Sengkenit dan Mites
Mengenal Parasit Kulit: Demodex, Scabies, dan Tick
Perbedaan Morfologi antara Sengkenit (Caplak) dan Tungau
Sengkenit (Caplak):
Ukuran: Sengkenit umumnya lebih besar dibandingkan tungau, dengan ukuran tubuh yang bisa mencapai beberapa milimeter.
Bentuk Tubuh: Tubuh sengkenit berbentuk oval dan pipih, terutama saat belum menghisap darah.
Kaki: Sengkenit dewasa memiliki empat pasang kaki (delapan kaki), sedangkan larva memiliki tiga pasang kaki (enam kaki).
Mulut: Bagian mulut sengkenit dirancang untuk menembus kulit dan menghisap darah. Mereka memiliki struktur yang disebut hypostome yang berfungsi sebagai alat penghisap.
Perisai Keras: Sengkenit memiliki perisai keras di bagian punggung yang melindungi tubuhnya.
Mites/ Tungau:
Ukuran: Tungau umumnya lebih kecil dari sengkenit, sering kali hanya berukuran beberapa mikrometer hingga satu milimeter.
Bentuk Tubuh: Tubuh tungau lebih bervariasi dalam bentuk, tetapi umumnya lebih bulat atau lonjong.
Kaki: Tungau dewasa juga memiliki empat pasang kaki (delapan kaki), tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih halus dibandingkan sengkenit.
Mulut: Bagian mulut tungau bervariasi tergantung pada spesiesnya. Beberapa tungau memiliki mulut yang dirancang untuk menghisap cairan dari tanaman atau hewan, sementara yang lain memiliki mulut yang dirancang untuk menggigit dan mengunyah.
Perisai Keras: Tungau biasanya tidak memiliki perisai keras seperti sengkenit, sehingga tubuh mereka lebih fleksibel.
Secara umum, perbedaan utama antara sengkenit dan tungau terletak pada ukuran, bentuk tubuh, dan struktur mulut mereka. Sengkenit lebih besar dan memiliki perisai keras, sedangkan tungau lebih kecil dan memiliki tubuh yang lebih fleksibel.
Hierarki Klasifikasi Taksonomi Ticks/ Sengkenit :
Domain: Eukarya
Organisme dengan sel yang kompleks.
Kingdom: Animalia
Organisme multiseluler yang heterotrofik.
Filum: Arthropoda
Hewan invertebrata dengan eksoskeleton, tubuh tersegmentasi, dan kaki bersendi.
Kelas: Arachnida
Kelas ini mencakup laba-laba, kalajengking, dan kutu.
Ordo: Acari
Ordo ini mencakup baik tungau maupun kutu.
Famili :
Ixodidae: Dikenal sebagai kutu keras (misalnya, Ixodes scapularis).
Argasidae: Dikenal sebagai kutu lunak (misalnya, Ornithodoros spp.).
Genus dan Spesies:
Sebagai contoh, Ixodes (Genus) dan Ixodes ricinus (Spesies).
Contoh lainnya, Dermacentor (Genus) dan Dermacentor variabilis (Spesies).
Berikut penjelasan tentang perbedaan antara caplak keras (hard ticks) dan caplak lunak (soft ticks):
Definisi:
Caplak keras (Hard ticks/Ixodidae):
Adalah kelompok caplak yang memiliki perisai keras (scutum) yang menutupi seluruh bagian dorsal pada jantan dan sebagian pada betina.Caplak lunak (Soft ticks/Argasidae):
Adalah kelompok caplak yang tidak memiliki perisai keras, dengan integumen yang lebih lunak dan berkerut.
Perbedaan Morfologi:
Caplak Keras:
Memiliki perisai keras (scutum)
Kepala dapat terlihat dari atas
Bentuk oval hingga bulat
Ukuran lebih besar saat kenyang
Mouthpart terletak di bagian anterior
Caplak Lunak:
Tidak memiliki perisai keras
Kepala tidak terlihat dari atas
Bentuk oval dengan permukaan berkerut
Mouthpart terletak di bagian ventral
Hierarki Klasifikasi:
Kingdom: Animalia
Filum: Arthropoda
Kelas: Arachnida
Subkelas: Acari
Ordo: Ixodida
Famili:
- Ixodidae (Caplak Keras)
- Argasidae (Caplak Lunak)
- Nuttalliellidae (Kelompok primitif)Karakteristik Kunci:
Caplak Keras:
Mengisap darah lebih lama (beberapa hari)
Hanya makan sekali per tahap hidup
Biasanya ditemukan di tubuh inang
Telur diletakkan sekali dalam jumlah banyak
Caplak Lunak:
Mengisap darah lebih cepat (30-60 menit)
Bisa makan beberapa kali per tahap hidup
Biasanya hidup di sarang/tempat tinggal inang
Telur diletakkan sedikit demi sedikit dalam beberapa kali
Kedua jenis caplak ini memiliki peran penting dalam bidang kesehatan karena kemampuannya sebagai vektor berbagai penyakit pada manusia dan hewan.
Morfologi Mites/Tungau:
Struktur Tubuh:
Tungau umumnya memiliki tubuh kecil dan kompak yang berkisar dari 0,1 hingga beberapa milimeter.
Tubuh biasanya dibagi menjadi dua bagian utama:
Caput (cephalothorax): Bagian ini menggabungkan kepala dan toraks, seringkali memiliki bagian mulut dan organ sensorik.
Idiosoma: Ini adalah segmen tubuh yang lebih besar yang mencakup abdomen.
Anggota Tubuh:
Tungau biasanya memiliki empat pasang kaki sebagai dewasa tetapi memiliki kaki yang lebih sedikit pada tahap larva (umumnya tiga pasang).
Setiap kaki dapat dilengkapi dengan setae sensorik dan cakar, yang membantu dalam pergerakan dan mendeteksi lingkungan.
Bagian Mulut:
Tungau memiliki bagian mulut yang khusus disesuaikan dengan kebiasaan makannya, yang mungkin termasuk chelicerae untuk menusuk dan menghisap atau mengikis untuk tumbuhan dan darah.
Struktur Lainnya:
Beberapa tungau mungkin memiliki struktur khusus seperti bukaan kelenjar untuk mengeluarkan enzim pencernaan atau sutra.
Hierarki Klasifikasi Taksonomi Mites/ Tungau:
Domain: Eukarya
Organisme dengan sel yang kompleks.
Kingdom: Animalia
Organisme multiseluler yang heterotrofik.
Filum: Arthropoda
Hewan invertebrata dengan eksoskeleton, tubuh tersegmentasi, dan kaki bersendi.
Kelas: Arachnida
Kelas ini mencakup laba-laba, kalajengking, dan tungau.
Ordo: Acari
Ordo ini mencakup baik tungau maupun kutu.
Family:
Keluarga bervariasi secara luas; contoh termasuk:
Tetranychidae: Dikenal untuk tungau laba-laba.
Sarcoptidae: Termasuk tungau kudis.
Genus dan Spesies:
Sebagai contoh, Tetranychus (Genus) dan Tetranychus urticae (Spesies).
Contoh lainnya, Sarcoptes (Genus) dan Sarcoptes scabiei (Spesies).
Demodex folliculorum
Demodex folliculorum adalah tungau kecil berbentuk cerutu yang hidup di folikel rambut manusia, terutama di wajah. Umumnya tidak berbahaya, namun pada individu dengan sistem imun lemah atau kondisi kulit tertentu, demodex dapat memicu peradangan dan masalah kulit seperti rosacea.
Selain itu, Demodex folliculorum juga dapat berkontribusi pada masalah kesehatan kulit lainnya, seperti dermatitis dan jerawat. Tungau ini biasanya bermultiplikasi dengan cepat di lingkungan yang kaya minyak, sehingga kebersihan wajah yang baik sangat penting untuk mengendalikan populasinya.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan produk perawatan kulit yang mengandung bahan anti bakteri atau anti jamur dapat membantu mengurangi jumlah Demodex di kulit. Pembersihan wajah secara teratur dan penghindaran penggunaan kosmetik berat juga dianjurkan untuk mencegah pertumbuhan tungau ini.
Meskipun banyak orang memiliki Demodex di kulit mereka tanpa mengalami masalah, penting untuk mengenali tanda-tanda peradangan atau iritasi. Jika muncul gejala seperti kemerahan, gatal, atau ruam.
Tungau ini memakan sebum, minyak yang diproduksi oleh kelenjar sebaceous di folikel rambut. Populasi Demodex folliculorum cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan karena produksi sebum yang juga meningkat. Gejala infestasi Demodex yang berlebihan bisa bervariasi, mulai dari kulit kemerahan dan gatal hingga munculnya benjolan kecil seperti jerawat. Diagnosis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit atau bulu mata. Meskipun kebanyakan orang memiliki tungau ini tanpa masalah, menjaga kebersihan kulit yang baik, seperti mencuci muka secara teratur dan menghindari kosmetik yang menyumbat pori, dapat membantu mengontrol populasinya. Pengobatan untuk infestasi Demodex yang bermasalah biasanya melibatkan krim atau salep topikal seperti permetrin atau ivermectin.
Sarcoptes Scabiei
Sarcoptes scabiei adalah tungau mikroskopis yang menyebabkan skabies, penyakit kulit yang sangat mudah menular. Tungau betina dari spesies ini akan membuat liang atau terowongan di bawah lapisan kulit manusia untuk bertelur. Aktivitas tungau ini menyebabkan rasa gatal yang hebat, yang biasanya lebih parah di malam hari. Gatal ini disebabkan oleh reaksi alergi tubuh terhadap tungau, telurnya, dan kotorannya.
Penularan skabies terjadi melalui kontak langsung kulit-ke-kulit yang lama, seperti berpegangan tangan, berpelukan, atau hubungan seksual. Meskipun jarang, penularan juga bisa terjadi melalui berbagi pakaian, handuk, atau tempat tidur yang terkontaminasi tungau. Infeksi ini dapat menyebar dengan cepat di lingkungan yang padat penduduk, seperti panti jompo, barak militer, atau penjara.
Penting untuk diingat bahwa skabies bukanlah tanda kebersihan yang buruk. Siapapun dapat tertular skabies. Gejala skabies biasanya muncul beberapa minggu setelah infestasi awal. Selain gatal yang hebat, gejala lain yang mungkin muncul antara lain ruam kulit yang terlihat seperti jerawat kecil atau lepuhan, serta garis-garis halus seperti terowongan di kulit. Terowongan ini biasanya terlihat di sela-sela jari, pergelangan tangan, siku, ketiak, pinggang, botol, dan alat kelamin. Pada bayi dan anak kecil, ruam juga dapat muncul di telapak tangan, telapak kaki, dan kulit kepala.
Skabies dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan kerokan kulit. Pengobatan skabies biasanya melibatkan penggunaan krim atau losion permetrin yang dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah dan dibiarkan selama waktu yang ditentukan oleh dokter (biasanya 8-14 jam), kemudian dibilas. Penting untuk mengobati semua orang yang kontak erat dengan penderita skabies, bahkan jika mereka belum menunjukkan gejala. Selain itu, pakaian, handuk, dan seprai yang digunakan dalam 3 hari sebelum pengobatan harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan mesin pengering atau disetrika. Ini penting untuk mencegah reinfeksi.
Komplikasi skabies, meskipun jarang, dapat terjadi, terutama pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Komplikasi ini dapat berupa infeksi kulit sekunder akibat garukan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan bisul atau selulitis. Pada bayi dan anak-anak, skabies yang tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan kulit yang cukup parah.
Pengobatan skabies biasanya efektif, dan gejala-gejala umumnya mereda dalam beberapa hari setelah pengobatan dimulai. Namun, gatal dapat berlanjut selama beberapa minggu setelah pengobatan, karena reaksi alergi terhadap tungau dan kotorannya masih berlangsung. Penting untuk memberikan antibiotik, dan menghindari menggaruk area yang terkena untuk mencegah infeksi sekunder.
Dermacentor andersoni
Berikut klasifikasi hierarki taksonomi lengkap untuk Dermacentor andersoni:
Kingdom: Animalia
Organisme multiseluler
Heterotrof
Eukariotik
Phylum: Arthropoda
Memiliki eksoskeleton
Tubuh tersegmentasi
Kaki beruas-ruas
Subphylum: Chelicerata
Memiliki chelicerae
Tidak memiliki antena
Tubuh terbagi menjadi prosoma dan opisthosoma
Class: Arachnida
Memiliki 4 pasang kaki
Tidak memiliki antena
Tubuh terbagi menjadi cephalothorax dan abdomen
Subclass: Acari
Tubuh tidak tersegmentasi jelas
Memiliki gnathosoma
Respirasi melalui trakea
Order: Ixodida
Ektoparasit penghisap darah
Memiliki hypostome untuk menghisap
Sistem pencernaan khusus untuk darah
Suborder: Ixodina
Caplak keras
Memiliki scutum (perisai keras)
Mouthpart terlihat dari dorsal
Family: Ixodidae
Memiliki perisai keras (scutum)
Kepala terlihat dari atas
Palpi pendek dan lebar
Genus: Dermacentor
Basis kapituli berbentuk heksagonal
Memiliki ornamentasi pada scutum
Coxa I deeply bifid (bercabang dalam)
Species: Dermacentor andersoni
Dikenal sebagai Rocky Mountain wood tick
Panjang: jantan 3.6 mm, betina 3.8 mm (tidak kenyang)
Betina dapat mencapai 12 mm saat kenyang
Memiliki pola ornamentasi putih pada scutum
Vektor Rocky Mountain spotted fever
Karakteristik Khusus D. andersoni:
Morfologi:
Ornamentasi putih yang khas pada scutum
Basis kapituli berbentuk heksagonal
Coxa I dengan spina internal dan eksternal panjang
Festoons ada pada tepi posterior
Distribusi:
Amerika Utara bagian barat
Terutama di daerah Rocky Mountains
Habitat:
Padang rumput
Semak belukar
Hutan beriklim sedang
Host:
Larva dan nimfa: hewan pengerat kecil
Dewasa: mamalia besar (rusa, sapi, domba, manusia)
Kepentingan Medis:
Vektor Rocky Mountain spotted fever
Dapat menyebabkan tick paralysis
Vektor Colorado tick fever
Dapat menularkan tularemia
Berbeda dengan mites/tungau, Dermacentor andersoni adalah jenis kutu yang lebih besar dan dapat dilihat dengan mata telanjang.
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai morfologi Dermacentor andersoni:
Dermacentor andersoni memiliki tubuh pipih dorsoventral dengan kepala (capitulum), toraks (thorax), dan abdomen (abdomen). Capitulumnya dilengkapi dengan sepasang palpus (alat peraba) dan sepasang chelicerae (alat penusuk dan penghisap). Chelicerae ini digunakan untuk menembus kulit inang dan menghisap darah. Ukuran tubuhnya bervariasi, tetapi betina dewasa umumnya lebih besar daripada jantan, mencapai panjang sekitar 4-6 mm ketika kenyang dengan darah. Jantan umumnya berukuran lebih kecil, sekitar 3-4 mm.
Perbedaan morfologi antara jantan dan betina terlihat jelas. Betina dewasa memiliki scutum (pelindung keras di bagian dorsal) yang relatif kecil, hanya menutupi sebagian kecil dari tubuhnya. Sedangkan pada jantan, scutum menutupi hampir seluruh bagian dorsal tubuhnya.
Warna tubuh Dermacentor andersoni bervariasi, umumnya cokelat kemerahan hingga kecokelatan gelap. Pada bagian dorsal, terdapat pola berbintik-bintik atau belang-belang yang dapat membantu dalam identifikasi, meskipun variasi warna dapat terjadi. Kaki kutu ini memiliki enam kaki, kuat, dan beradaptasi untuk melekat pada inangnya.
Pengujian serologi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap patogen yang ditularkan oleh Dermacentor andersoni, seperti bakteri Rickettsia rickettsii penyebab demam bercak Rocky Mountain.
Kutu ini bersifat parasit obligat, artinya mereka memerlukan inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Larva biasanya menempel pada hewan pengerat kecil, sedangkan nimfa dan dewasa dapat menempel pada berbagai mamalia, termasuk manusia dan hewan ternak. Setelah makan darah, kutu akan lepas dari inang dan mengalami ekdisis (pergantian kulit) sebelum mencapai tahap perkembangan berikutnya. Lama siklus hidup bervariasi tergantung pada ketersediaan inang dan kondisi lingkungan.
Pengendalian Dermacentor andersoni dapat dilakukan dengan berbagai metode, termasuk pengurangan populasi inang, penggunaan insektisida, dan perlindungan diri terhadap gigitan kutu. Menggunakan pakaian pelindung, memeriksa tubuh secara teratur setelah berada di area berisiko, dan menggunakan repelan kutu dapat membantu mengurangi risiko gigitan. Jika terjadi gigitan, kutu harus dilepaskan dengan hati-hati dan tempat gigitan harus dipantau untuk tanda-tanda infeksi. Jika gejala demam bercak Rocky Mountain muncul, seperti demam, ruam, nyeri otot, dan sakit kepala,
Sengkenit Lunak
Berikut penjelasan tentang Argasidae (caplak lunak) dan penyakit yang ditimbulkannya, khususnya pada kulit:
Tentang Argasidae:
Merupakan famili caplak lunak
Memiliki sekitar 200 spesies
Genus utama: Argas, Ornithodoros, dan Otobius
Umumnya aktif pada malam hari
Dapat bertahan hidup tanpa makan selama bertahun-tahun
Spesies Umum di Indonesia dan Asia Tenggara:
Argas persicus (caplak unggas)
Ornithodoros tholozani
Ornithodoros batuensis
Argas reflexus
Dampak pada Kulit:
A. Reaksi Langsung:
Gigitan menyebabkan:
Gatal intens (pruritus)
Kemerahan (eritema)
Pembengkakan lokal
Ruam kulit
Urtikaria (biduran)
Vesikula (lepuhan kecil berisi cairan)
B. Reaksi Alergi:
Dapat menyebabkan:
Dermatitis alergi
Angioedema (pembengkakan jaringan dalam)
Anafilaksis (dalam kasus parah)
Eksim
Nekrosis kulit lokal
Penyakit yang Ditularkan:
A. Penyakit Kulit:
Dermatitis papular
Selulitis
Impetigo sekunder
Infeksi bakteri sekunder
B. Penyakit Sistemik:
Demam berulang (Tick-borne relapsing fever/TBRF)
Q Fever
Tularemia
African swine fever (pada babi)
Mekanisme Penularan:
Melalui gigitan langsung
Sekresi air liur yang mengandung:
Zat antikoagulan
Zat anestesi lokal
Toksin
Mikroorganisme patogen
Gejala Umum Gigitan:
Fase Awal:
Rasa terbakar
Gatal
Kemerahan
Nyeri ringan
Fase Lanjut:
Pembengkakan
Pembentukan lepuh
Kulit menghitam di sekitar gigitan
Dapat berlangsung hingga beberapa minggu
Penanganan dan Pengobatan:
A. Pertolongan Pertama:
Membersihkan area gigitan
Kompres dingin
Antihistamin topikal
Kortikosteroid topikal untuk reaksi parah
B. Pengobatan Medis:
Antihistamin oral
Kortikosteroid sistemik (untuk kasus berat)
Antibiotik (jika ada infeksi sekunder)
Penanganan khusus untuk reaksi alergi berat
Pencegahan:
Pemeriksaan rutin tempat tidur dan furniture
Penggunaan repelen
Perbaikan sanitasi lingkungan
Pengendalian hama terpadu
Penggunaan pakaian pelindung
Menghindari kontak dengan hewan terinfeksi
Kelompok Berisiko Tinggi:
Peternak
Pekerja kandang
Dokter hewan
Pengumpul sarang burung
Penghuni rumah dengan infestasi tikus
Penting untuk mencatat bahwa reaksi terhadap gigitan Argasidae dapat bervariasi pada setiap individu, dari ringan hingga berat (sistemik).