Sengkenit dan Mites

Mengenal Parasit Kulit: Demodex, Scabies, dan Tick

Perbedaan Morfologi antara Sengkenit (Caplak) dan Tungau

Sengkenit (Caplak):

  1. Ukuran: Sengkenit umumnya lebih besar dibandingkan tungau, dengan ukuran tubuh yang bisa mencapai beberapa milimeter.

  2. Bentuk Tubuh: Tubuh sengkenit berbentuk oval dan pipih, terutama saat belum menghisap darah.

  3. Kaki: Sengkenit dewasa memiliki empat pasang kaki (delapan kaki), sedangkan larva memiliki tiga pasang kaki (enam kaki).

  4. Mulut: Bagian mulut sengkenit dirancang untuk menembus kulit dan menghisap darah. Mereka memiliki struktur yang disebut hypostome yang berfungsi sebagai alat penghisap.

  5. Perisai Keras: Sengkenit memiliki perisai keras di bagian punggung yang melindungi tubuhnya.

Mites/ Tungau:

  1. Ukuran: Tungau umumnya lebih kecil dari sengkenit, sering kali hanya berukuran beberapa mikrometer hingga satu milimeter.

  2. Bentuk Tubuh: Tubuh tungau lebih bervariasi dalam bentuk, tetapi umumnya lebih bulat atau lonjong.

  3. Kaki: Tungau dewasa juga memiliki empat pasang kaki (delapan kaki), tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih halus dibandingkan sengkenit.

  4. Mulut: Bagian mulut tungau bervariasi tergantung pada spesiesnya. Beberapa tungau memiliki mulut yang dirancang untuk menghisap cairan dari tanaman atau hewan, sementara yang lain memiliki mulut yang dirancang untuk menggigit dan mengunyah.

  5. Perisai Keras: Tungau biasanya tidak memiliki perisai keras seperti sengkenit, sehingga tubuh mereka lebih fleksibel.

Secara umum, perbedaan utama antara sengkenit dan tungau terletak pada ukuran, bentuk tubuh, dan struktur mulut mereka. Sengkenit lebih besar dan memiliki perisai keras, sedangkan tungau lebih kecil dan memiliki tubuh yang lebih fleksibel.

Hierarki Klasifikasi Taksonomi Ticks/ Sengkenit :

  1. Domain: Eukarya

    • Organisme dengan sel yang kompleks.

  2. Kingdom: Animalia

    • Organisme multiseluler yang heterotrofik.

  3. Filum: Arthropoda

    • Hewan invertebrata dengan eksoskeleton, tubuh tersegmentasi, dan kaki bersendi.

  4. Kelas: Arachnida

    • Kelas ini mencakup laba-laba, kalajengking, dan kutu.

  5. Ordo: Acari

    • Ordo ini mencakup baik tungau maupun kutu.

  6. Famili :

    • Ixodidae: Dikenal sebagai kutu keras (misalnya, Ixodes scapularis).

    • Argasidae: Dikenal sebagai kutu lunak (misalnya, Ornithodoros spp.).

  7. Genus dan Spesies:

    • Sebagai contoh, Ixodes (Genus) dan Ixodes ricinus (Spesies).

    • Contoh lainnya, Dermacentor (Genus) dan Dermacentor variabilis (Spesies).

Berikut penjelasan tentang perbedaan antara caplak keras (hard ticks) dan caplak lunak (soft ticks):

  1. Definisi:

  • Caplak keras (Hard ticks/Ixodidae):
    Adalah kelompok caplak yang memiliki perisai keras (scutum) yang menutupi seluruh bagian dorsal pada jantan dan sebagian pada betina.

  • Caplak lunak (Soft ticks/Argasidae):
    Adalah kelompok caplak yang tidak memiliki perisai keras, dengan integumen yang lebih lunak dan berkerut.

  1. Perbedaan Morfologi:

  • Caplak Keras:

    • Memiliki perisai keras (scutum)

    • Kepala dapat terlihat dari atas

    • Bentuk oval hingga bulat

    • Ukuran lebih besar saat kenyang

    • Mouthpart terletak di bagian anterior

  • Caplak Lunak:

    • Tidak memiliki perisai keras

    • Kepala tidak terlihat dari atas

    • Bentuk oval dengan permukaan berkerut

    • Mouthpart terletak di bagian ventral

  1. Hierarki Klasifikasi:
    Kingdom: Animalia
    Filum: Arthropoda
    Kelas: Arachnida
    Subkelas: Acari
    Ordo: Ixodida
    Famili:
    - Ixodidae (Caplak Keras)
    - Argasidae (Caplak Lunak)
    - Nuttalliellidae (Kelompok primitif)

  2. Karakteristik Kunci:

  • Caplak Keras:

    • Mengisap darah lebih lama (beberapa hari)

    • Hanya makan sekali per tahap hidup

    • Biasanya ditemukan di tubuh inang

    • Telur diletakkan sekali dalam jumlah banyak

  • Caplak Lunak:

    • Mengisap darah lebih cepat (30-60 menit)

    • Bisa makan beberapa kali per tahap hidup

    • Biasanya hidup di sarang/tempat tinggal inang

    • Telur diletakkan sedikit demi sedikit dalam beberapa kali

Kedua jenis caplak ini memiliki peran penting dalam bidang kesehatan karena kemampuannya sebagai vektor berbagai penyakit pada manusia dan hewan.

Sengkenit keras vs Sengkenit lunak

Sengkenit Lunak vs Sengkenit keras

Morfologi Mites/Tungau:

  1. Struktur Tubuh:

    • Tungau umumnya memiliki tubuh kecil dan kompak yang berkisar dari 0,1 hingga beberapa milimeter.

    • Tubuh biasanya dibagi menjadi dua bagian utama:

      • Caput (cephalothorax): Bagian ini menggabungkan kepala dan toraks, seringkali memiliki bagian mulut dan organ sensorik.

      • Idiosoma: Ini adalah segmen tubuh yang lebih besar yang mencakup abdomen.

  2. Anggota Tubuh:

    • Tungau biasanya memiliki empat pasang kaki sebagai dewasa tetapi memiliki kaki yang lebih sedikit pada tahap larva (umumnya tiga pasang).

    • Setiap kaki dapat dilengkapi dengan setae sensorik dan cakar, yang membantu dalam pergerakan dan mendeteksi lingkungan.

  3. Bagian Mulut:

    • Tungau memiliki bagian mulut yang khusus disesuaikan dengan kebiasaan makannya, yang mungkin termasuk chelicerae untuk menusuk dan menghisap atau mengikis untuk tumbuhan dan darah.

  4. Struktur Lainnya:

    • Beberapa tungau mungkin memiliki struktur khusus seperti bukaan kelenjar untuk mengeluarkan enzim pencernaan atau sutra.

Hierarki Klasifikasi Taksonomi Mites/ Tungau:

  1. Domain: Eukarya

    • Organisme dengan sel yang kompleks.

  2. Kingdom: Animalia

    • Organisme multiseluler yang heterotrofik.

  3. Filum: Arthropoda

    • Hewan invertebrata dengan eksoskeleton, tubuh tersegmentasi, dan kaki bersendi.

  4. Kelas: Arachnida

    • Kelas ini mencakup laba-laba, kalajengking, dan tungau.

  5. Ordo: Acari

    • Ordo ini mencakup baik tungau maupun kutu.

  6. Family:

    • Keluarga bervariasi secara luas; contoh termasuk:

      • Tetranychidae: Dikenal untuk tungau laba-laba.

      • Sarcoptidae: Termasuk tungau kudis.

  7. Genus dan Spesies:

    • Sebagai contoh, Tetranychus (Genus) dan Tetranychus urticae (Spesies).

    • Contoh lainnya, Sarcoptes (Genus) dan Sarcoptes scabiei (Spesies).

Demodex folliculorum

Demodex folliculorum

Demodex folliculorum adalah tungau kecil berbentuk cerutu yang hidup di folikel rambut manusia, terutama di wajah. Umumnya tidak berbahaya, namun pada individu dengan sistem imun lemah atau kondisi kulit tertentu, demodex dapat memicu peradangan dan masalah kulit seperti rosacea.

Selain itu, Demodex folliculorum juga dapat berkontribusi pada masalah kesehatan kulit lainnya, seperti dermatitis dan jerawat. Tungau ini biasanya bermultiplikasi dengan cepat di lingkungan yang kaya minyak, sehingga kebersihan wajah yang baik sangat penting untuk mengendalikan populasinya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan produk perawatan kulit yang mengandung bahan anti bakteri atau anti jamur dapat membantu mengurangi jumlah Demodex di kulit. Pembersihan wajah secara teratur dan penghindaran penggunaan kosmetik berat juga dianjurkan untuk mencegah pertumbuhan tungau ini.

Meskipun banyak orang memiliki Demodex di kulit mereka tanpa mengalami masalah, penting untuk mengenali tanda-tanda peradangan atau iritasi. Jika muncul gejala seperti kemerahan, gatal, atau ruam.

Tungau ini memakan sebum, minyak yang diproduksi oleh kelenjar sebaceous di folikel rambut. Populasi Demodex folliculorum cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan karena produksi sebum yang juga meningkat. Gejala infestasi Demodex yang berlebihan bisa bervariasi, mulai dari kulit kemerahan dan gatal hingga munculnya benjolan kecil seperti jerawat. Diagnosis biasanya dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit atau bulu mata. Meskipun kebanyakan orang memiliki tungau ini tanpa masalah, menjaga kebersihan kulit yang baik, seperti mencuci muka secara teratur dan menghindari kosmetik yang menyumbat pori, dapat membantu mengontrol populasinya. Pengobatan untuk infestasi Demodex yang bermasalah biasanya melibatkan krim atau salep topikal seperti permetrin atau ivermectin.

Sarcoptes Scabiei

Sarcoptes scabiei adalah tungau mikroskopis yang menyebabkan skabies, penyakit kulit yang sangat mudah menular. Tungau betina dari spesies ini akan membuat liang atau terowongan di bawah lapisan kulit manusia untuk bertelur. Aktivitas tungau ini menyebabkan rasa gatal yang hebat, yang biasanya lebih parah di malam hari. Gatal ini disebabkan oleh reaksi alergi tubuh terhadap tungau, telurnya, dan kotorannya.

Penularan skabies terjadi melalui kontak langsung kulit-ke-kulit yang lama, seperti berpegangan tangan, berpelukan, atau hubungan seksual. Meskipun jarang, penularan juga bisa terjadi melalui berbagi pakaian, handuk, atau tempat tidur yang terkontaminasi tungau. Infeksi ini dapat menyebar dengan cepat di lingkungan yang padat penduduk, seperti panti jompo, barak militer, atau penjara.

Penting untuk diingat bahwa skabies bukanlah tanda kebersihan yang buruk. Siapapun dapat tertular skabies. Gejala skabies biasanya muncul beberapa minggu setelah infestasi awal. Selain gatal yang hebat, gejala lain yang mungkin muncul antara lain ruam kulit yang terlihat seperti jerawat kecil atau lepuhan, serta garis-garis halus seperti terowongan di kulit. Terowongan ini biasanya terlihat di sela-sela jari, pergelangan tangan, siku, ketiak, pinggang, botol, dan alat kelamin. Pada bayi dan anak kecil, ruam juga dapat muncul di telapak tangan, telapak kaki, dan kulit kepala.

Skabies dapat didiagnosis melalui pemeriksaan fisik dan kerokan kulit. Pengobatan skabies biasanya melibatkan penggunaan krim atau losion permetrin yang dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah dan dibiarkan selama waktu yang ditentukan oleh dokter (biasanya 8-14 jam), kemudian dibilas. Penting untuk mengobati semua orang yang kontak erat dengan penderita skabies, bahkan jika mereka belum menunjukkan gejala. Selain itu, pakaian, handuk, dan seprai yang digunakan dalam 3 hari sebelum pengobatan harus dicuci dengan air panas dan dikeringkan dengan mesin pengering atau disetrika. Ini penting untuk mencegah reinfeksi.
Komplikasi skabies, meskipun jarang, dapat terjadi, terutama pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Komplikasi ini dapat berupa infeksi kulit sekunder akibat garukan yang berlebihan, yang dapat menyebabkan bisul atau selulitis. Pada bayi dan anak-anak, skabies yang tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan kulit yang cukup parah.

Pengobatan skabies biasanya efektif, dan gejala-gejala umumnya mereda dalam beberapa hari setelah pengobatan dimulai. Namun, gatal dapat berlanjut selama beberapa minggu setelah pengobatan, karena reaksi alergi terhadap tungau dan kotorannya masih berlangsung. Penting untuk memberikan antibiotik, dan menghindari menggaruk area yang terkena untuk mencegah infeksi sekunder.

Sarcoptes scabiei 

Dermacentor andersoni

Dermacentor andersoni

Berikut klasifikasi hierarki taksonomi lengkap untuk Dermacentor andersoni:

Kingdom: Animalia

  • Organisme multiseluler

  • Heterotrof

  • Eukariotik

Phylum: Arthropoda

  • Memiliki eksoskeleton

  • Tubuh tersegmentasi

  • Kaki beruas-ruas

Subphylum: Chelicerata

  • Memiliki chelicerae

  • Tidak memiliki antena

  • Tubuh terbagi menjadi prosoma dan opisthosoma

Class: Arachnida

  • Memiliki 4 pasang kaki

  • Tidak memiliki antena

  • Tubuh terbagi menjadi cephalothorax dan abdomen

Subclass: Acari

  • Tubuh tidak tersegmentasi jelas

  • Memiliki gnathosoma

  • Respirasi melalui trakea

Order: Ixodida

  • Ektoparasit penghisap darah

  • Memiliki hypostome untuk menghisap

  • Sistem pencernaan khusus untuk darah

Suborder: Ixodina

  • Caplak keras

  • Memiliki scutum (perisai keras)

  • Mouthpart terlihat dari dorsal

Family: Ixodidae

  • Memiliki perisai keras (scutum)

  • Kepala terlihat dari atas

  • Palpi pendek dan lebar

Genus: Dermacentor

  • Basis kapituli berbentuk heksagonal

  • Memiliki ornamentasi pada scutum

  • Coxa I deeply bifid (bercabang dalam)

Species: Dermacentor andersoni

  • Dikenal sebagai Rocky Mountain wood tick

  • Panjang: jantan 3.6 mm, betina 3.8 mm (tidak kenyang)

  • Betina dapat mencapai 12 mm saat kenyang

  • Memiliki pola ornamentasi putih pada scutum

  • Vektor Rocky Mountain spotted fever

Karakteristik Khusus D. andersoni:

  1. Morfologi:

    • Ornamentasi putih yang khas pada scutum

    • Basis kapituli berbentuk heksagonal

    • Coxa I dengan spina internal dan eksternal panjang

    • Festoons ada pada tepi posterior

  2. Distribusi:

    • Amerika Utara bagian barat

    • Terutama di daerah Rocky Mountains

  3. Habitat:

    • Padang rumput

    • Semak belukar

    • Hutan beriklim sedang

  4. Host:

    • Larva dan nimfa: hewan pengerat kecil

    • Dewasa: mamalia besar (rusa, sapi, domba, manusia)

  5. Kepentingan Medis:

    • Vektor Rocky Mountain spotted fever

    • Dapat menyebabkan tick paralysis

    • Vektor Colorado tick fever

    • Dapat menularkan tularemia

Berbeda dengan mites/tungau, Dermacentor andersoni adalah jenis kutu yang lebih besar dan dapat dilihat dengan mata telanjang.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai morfologi Dermacentor andersoni:

Dermacentor andersoni memiliki tubuh pipih dorsoventral dengan kepala (capitulum), toraks (thorax), dan abdomen (abdomen). Capitulumnya dilengkapi dengan sepasang palpus (alat peraba) dan sepasang chelicerae (alat penusuk dan penghisap). Chelicerae ini digunakan untuk menembus kulit inang dan menghisap darah. Ukuran tubuhnya bervariasi, tetapi betina dewasa umumnya lebih besar daripada jantan, mencapai panjang sekitar 4-6 mm ketika kenyang dengan darah. Jantan umumnya berukuran lebih kecil, sekitar 3-4 mm.

Perbedaan morfologi antara jantan dan betina terlihat jelas. Betina dewasa memiliki scutum (pelindung keras di bagian dorsal) yang relatif kecil, hanya menutupi sebagian kecil dari tubuhnya. Sedangkan pada jantan, scutum menutupi hampir seluruh bagian dorsal tubuhnya.
Warna tubuh Dermacentor andersoni bervariasi, umumnya cokelat kemerahan hingga kecokelatan gelap. Pada bagian dorsal, terdapat pola berbintik-bintik atau belang-belang yang dapat membantu dalam identifikasi, meskipun variasi warna dapat terjadi. Kaki kutu ini memiliki enam kaki, kuat, dan beradaptasi untuk melekat pada inangnya.

Pengujian serologi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap patogen yang ditularkan oleh Dermacentor andersoni, seperti bakteri Rickettsia rickettsii penyebab demam bercak Rocky Mountain.

Kutu ini bersifat parasit obligat, artinya mereka memerlukan inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Larva biasanya menempel pada hewan pengerat kecil, sedangkan nimfa dan dewasa dapat menempel pada berbagai mamalia, termasuk manusia dan hewan ternak. Setelah makan darah, kutu akan lepas dari inang dan mengalami ekdisis (pergantian kulit) sebelum mencapai tahap perkembangan berikutnya. Lama siklus hidup bervariasi tergantung pada ketersediaan inang dan kondisi lingkungan.

Pengendalian Dermacentor andersoni dapat dilakukan dengan berbagai metode, termasuk pengurangan populasi inang, penggunaan insektisida, dan perlindungan diri terhadap gigitan kutu. Menggunakan pakaian pelindung, memeriksa tubuh secara teratur setelah berada di area berisiko, dan menggunakan repelan kutu dapat membantu mengurangi risiko gigitan. Jika terjadi gigitan, kutu harus dilepaskan dengan hati-hati dan tempat gigitan harus dipantau untuk tanda-tanda infeksi. Jika gejala demam bercak Rocky Mountain muncul, seperti demam, ruam, nyeri otot, dan sakit kepala,

Sengkenit Lunak

Berikut penjelasan tentang Argasidae (caplak lunak) dan penyakit yang ditimbulkannya, khususnya pada kulit:

  1. Tentang Argasidae:

  • Merupakan famili caplak lunak

  • Memiliki sekitar 200 spesies

  • Genus utama: Argas, Ornithodoros, dan Otobius

  • Umumnya aktif pada malam hari

  • Dapat bertahan hidup tanpa makan selama bertahun-tahun

Spesies Umum di Indonesia dan Asia Tenggara:

  • Argas persicus (caplak unggas)

  • Ornithodoros tholozani

  • Ornithodoros batuensis

  • Argas reflexus

Dampak pada Kulit:
A. Reaksi Langsung:

  • Gigitan menyebabkan:

    • Gatal intens (pruritus)

    • Kemerahan (eritema)

    • Pembengkakan lokal

    • Ruam kulit

    • Urtikaria (biduran)

    • Vesikula (lepuhan kecil berisi cairan)

B. Reaksi Alergi:

  • Dapat menyebabkan:

    • Dermatitis alergi

    • Angioedema (pembengkakan jaringan dalam)

    • Anafilaksis (dalam kasus parah)

    • Eksim

    • Nekrosis kulit lokal

Penyakit yang Ditularkan:
A. Penyakit Kulit:

  • Dermatitis papular

  • Selulitis

  • Impetigo sekunder

  • Infeksi bakteri sekunder

B. Penyakit Sistemik:

  • Demam berulang (Tick-borne relapsing fever/TBRF)

  • Q Fever

  • Tularemia

  • African swine fever (pada babi)

Mekanisme Penularan:

  • Melalui gigitan langsung

  • Sekresi air liur yang mengandung:

    • Zat antikoagulan

    • Zat anestesi lokal

    • Toksin

    • Mikroorganisme patogen

Gejala Umum Gigitan:

  • Fase Awal:

    • Rasa terbakar

    • Gatal

    • Kemerahan

    • Nyeri ringan

  • Fase Lanjut:

    • Pembengkakan

    • Pembentukan lepuh

    • Kulit menghitam di sekitar gigitan

    • Dapat berlangsung hingga beberapa minggu

Penanganan dan Pengobatan:
A. Pertolongan Pertama:

  • Membersihkan area gigitan

  • Kompres dingin

  • Antihistamin topikal

  • Kortikosteroid topikal untuk reaksi parah

B. Pengobatan Medis:

  • Antihistamin oral

  • Kortikosteroid sistemik (untuk kasus berat)

  • Antibiotik (jika ada infeksi sekunder)

  • Penanganan khusus untuk reaksi alergi berat

Pencegahan:

  • Pemeriksaan rutin tempat tidur dan furniture

  • Penggunaan repelen

  • Perbaikan sanitasi lingkungan

  • Pengendalian hama terpadu

  • Penggunaan pakaian pelindung

  • Menghindari kontak dengan hewan terinfeksi

Kelompok Berisiko Tinggi:

  • Peternak

  • Pekerja kandang

  • Dokter hewan

  • Pengumpul sarang burung

  • Penghuni rumah dengan infestasi tikus

Penting untuk mencatat bahwa reaksi terhadap gigitan Argasidae dapat bervariasi pada setiap individu, dari ringan hingga berat (sistemik).

Siklus Hidup Sengkenit Lunak

Previous
Previous

Morfologi Nyamuk Anopheles, Aedes, dan Mansonia